Archive for 2016

Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:
  1. Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya.
  2. Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.
  3. Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.
  4. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
  5. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional.
  6. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
  7. Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang dekade 90-an.

Dinamika NU

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Tentang NU

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,
Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
 
Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
 
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
 
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
 
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
 
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
 
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
 
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Sejarah berdirinya NU

Posted by : Unknown 0 Comments

NU Pecahkan 2 Rekor Dunia MURI di Peringatan Hari Santri 2016

NU Pecahkan 2 Rekor Dunia MURI di Peringatan Hari Santri 2016
Fathoni, NU Online | Sabtu, 22 Oktober 2016 14:56
Jakarta, NU Online
Di peringatan Hari Santri Nasional 2016, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berhasil memecahkan 2 rekor dunia MURI untuk pembacaan serentak 1 miliar shalawat Nariyah dan kirab terjauh (2000 km).

Kirab Resolusi Jihad NU menempuh jarak dari Banyuwangi ke Jakarta. PBNU menerjunkan sekitar 150 Tim Kirab Resolusi Jihad yang singgah dari tempat bersejarah satu ke tempat bersejarah lain. 

Antusisme masyarakat dalam menyambut Kirab Resolusi Jihad juga cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan berjejernya masyarakat dan santri di sepanjang jalan untuk menyapa Tim Kirab yang diketuai oleh Wasekjen PBNU Isfah Abidal Aziz. 

“Kirab menggunakan kendaraan dengan jarak terjauh selama ini di dunia hanya dilakukan oleh NU dengan Kirab Resolusi Jihadnya,” ujar Ketua Umum MURI Jaya Suprana saat menyerahkan piagam Rekor Dunia MURI kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sabtu (22/10) dalam apel akbar dan upacara Hari Santri Nasional di Monas Jakarta. 

Demikian juga dengan gerakan pembacaan 1 miliar shalawat nariyah secara serentak yang diinisiasi oleh PBNU. Pembacaan shalawat serentak hanya berlangsung satu malam dengan beberapa jam saja.

Warga NU ramai-ramai mengisi masjid, mushola, majelis taklim, madrasah, pesantren dan kantor-kantor pengurus untuk membaca shalawat nariyah yang bertujuan untuk mendoakan bangsa dan negara Indonesia agar tetap aman, makmur, damai, dan berkeadilan.

Pembacaan shalawat yang diyakini memiliki banyak keberkahan ini juga dilakukan oleh para pengurus PCINU di 24 negara.

“Belum pernah ada muslim di dunia ini yang membaca shalawat hingga 1 miliar secara bersamaan, NU luar biasa sudah melakukannya,” terang Jaya Suprana.

Rekor Dunia MURI ini membuktikan karakter santri dan NU sebagai elemen bangsa yang terus bekerja keras dalam membangun spirit kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik di segala bidang kehidupan. Ikhtiar spiritual seperti pembacaan shalawat nariyah juga tidak semata kepentingan kelompok, tetapi demi menjaga keutuhan dan kemakmuran bangsa. (Fathoni) 

2 rekor Dunia untuk hari santri

Posted by : Unknown 0 Comments
RENUNGAN MALAM UNTUK MENGENAL DIRI
Menurut Imam Al-Ghazali, mengenal diri adalah kunci utama untuk mengenal Allah. Tanpa mengenal dan merenung tentang diri kita---dengan kedalaman rahasia batin yang ada pada diri kita sendiri-- maka mustahil dapat memahami makrifatullah. 

Hal ini sesuai dengan Hadis Qudsi "Man 'arafa nafsahu 'arafa rabbahu' (Barangsiapa mengenal dirinya, ia mengenal Rabbnya). Allah SWT juga pernah berfirman, "Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka agar kebenaran tampak bagi mereka."(QS 41: 53)

Dalam kitab Kimiya As-Sa'adah, Imam Al-Ghazali mengatakan:
"Sungguh, tak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana dapat mengetahui yang lain. Pengetahuanmu tentang diri sendiri, dari sisi lahir seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak mengantarmu mengenal Rabb. Begitu juga pengetahuanmu tentang karakter fisik, seperti pengetahuanmu; jika kau lapar, kau makan, jika sedih kau menangis, dan jika kau marah kau menyerang. Itu bukanlah kunci mengenal Rabb. Sebab, bagaimana bisa kau mencapai kemajuan dalam perjalanan batin jika kau mengandalkan insting hewani seperti itu?

Jadi, pengetahuan yang benar tentang diri meliputi hal berikut ini:
Siapa aku dan dari mana aku.datang? Kemana aku pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini? Dimanakah kebahagiaan sejati dapat kutemukan?

Maka, ketahuilah, ada 3 sifat yang bersemayam dalam dirimu: sifat hewan, sifat setan dan sifat malaikat. Kau harus temukan, mana di antara ketiganya aksidental dan mana yang esensial? Tanpa mengungkap rahasia ini tak akan kau temukan kebahagiaan sejati.

Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa dirimu terdiri atas bentuk luar yang disebut jasad, dan wujud dalam yang disebut kalbu atau ruh. Kalbu yang saya maksud bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua fakultas lainnya dalam diri, serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya.

Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indrawi, melainkan sesuatu yang gaib. Ia muncul ke dunia ini sebagai pelancong dari negeri asing untuk berdagang, dan kelak akan kembali ke negeri asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Allah.

Sebagai pemahaman mengenai hakikat kalbu atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan menutup matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu ia akan mengetahui keterbatasan sifat dirinya itu."

--Imam Al-Ghazali dalam kitab Kimiya As-Sa'adah.

Renungan Malam

Posted by : Unknown 0 Comments
Mbah Muntaha : "Pesantren Harus Mensejahterakan masyarakat sekitarnya"

Sepanjang jalan dari terminal Kalibeber menuju Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Asyariyah anda akan disambut dengan barisan kios-kios, baik permanen maupun tenda bongkar-pasang, mulai dari penjaja makanan, toko kelontong, tukang jahit, tempat penyewaan kamar mandi, sampai jasa binatu kecil-kecilan. Ramai, aktivitas ekonomi begitu semarak hingga radius 200 meter dari gerbang pesantren.

PPTQ Al-Asyariyah, pesantren tua di sudut desa nan sejuk Kalibeber Mojotengah Wonosobo, adalah pesantren terbesar di kota asri tersebut. Punggawanya adalah Almaghfurlah KH. Muntaha al-Hafidz, generasi pengasuh kedua dari Bani Asy’ariyah, seorang hafidz yang menurut saya cukup visioner dan cukup permisif akan modernitas. Di usia sepuhnya, beliau bahkan sempat menginisiasi lahirnya kampus berbasis pesantren, UNSIQ, yang kian maju hingga sekarang.

Mbah Mun, begitu beliau dipanggil, adalah seorang ulama wara' yg begitu mencintai warga sekitarnya. Semua kriteria tentang tata cara dan adab belajar di kalangan pesantren, yg tertera di Ta’limul Muta’alim fi Adab at-Ta’allum dapat dengan mudah ditemukan pada diri Mbah Mun.

Beliau masyhur dengan sikapnya yang begitu murah hati. Berjejalannya kios-kios kecil serta pesatnya laju ekonomi desa Kalibeber menjadi bukti betapa beliau berperan besar dalam kemajuan akitivitas ekonomi masyarakat. 

Di saat pesantren lain memfokuskan sirkulasi dana santri hanya di internal keluarga pengasuh, Mbah Mun menolak latah. Beliau mendorong warga untuk menjadi pelaku utama aktivitas jual-beli, sehingga arus uang masuk dari para santri tidak kemana-mana melainkan langsung ke brangkas warga Kalibeber. 

Mbah Mun melarang pihak pesantren membuat dapur umum. “Biarkan para santri makan di warung-warung milik warga, atau memasak sendiri dengan belanja bahannya di pasar,” ujar Mbah Mun suatu ketika. 

Tidak heran, jika warga Kalibeber begitu mencintai sang kiai, setiap haul dan haflah pondok, warga bersemangat selama sebulan penuh untuk mensukseskan helatan tahunan ini, tua-muda, laki-perempuan semuanya turut guyub, semuanya bergembira atas keberkahan yang mereka terima, atas majunya peradaban yang disebabkan oleh hadirnya pesantren.

Sudah seharusnya pesantren hadir bukan sekedar untuk membawa bising dan 'ngerusuhi' penduduk setempat, melainkan turut berperan dalam putaran roda ekonomi masyarakat. Betapa malunya pesantren yang berdiri megah, sementara warga kanan-kirinya bingung kemana lagi harus mencari nafkah. [Zq]

____
Jelang haul ke-12 almarhum KH. Muntaha al-Hafidz. Lahu al-Faatihah.

Dunia Pesantren

Posted by : Unknown 0 Comments
PESAN DI BALIK KISAH HABIB LUTHFI DI HARI SANTRI

Saya selaku cucunya Habib Hasyim sendiri baru mengetahui belum lama. Dalam hati saya sendiri bertanya mengapa saya baru mengerti? Di tempatnya guru saya, Kiai Abdul Fattah, setiap Selasa pagi diadakan pengajian kitab Ihya Ulumiddin dengan pengajar al-Alim al-Allamah Kiai Irfan Kertijayan Pekalongan. Kiai Irfan adalah murid dari Kiai Amir Simbang. 

Setiap kali Kiai Irfan melihat saya selalu memandang dengan serius, tapi nampak ragu untuk bertanya. Mungkin takut salah (sangka). Waktu itu yang menjadi saksi sejarah adalah Kiai Irfan, Kiai Abdul Fattah, Kiai Abdul Adzim dan beberapa kiai yang lain. Sayangnya para saksi sejarah ini sudah tiada semua. Beliau (Kiai Irfan) bertanya kepada saya, “Habib Luthfi ini kalau saya lihat pakaiannya, cara jalannya, seperti guru saya al-Habib Hasyim bin Umar bin Yahya. Beliau termasuk menjadi ulama rujukan di Indonesia. Bahkan setiap bulannya di kediaman beliau sering berkumpul para ulama dari luar Negara.”

Saya tidak berani menjawab. Perasaan saya malu. Karena saya mempunyai kakek yang begitu hebatnya tapi saya sendiri belum mampu untuk bisa meniru walau setetes. Karena saya diam, Kiai Abdul Adzim dan Kiai Abdul Fattah yang menjawabnya, “Dia cucunya Habib Hasyim bin Umar.”

Langsung saja Kiai Irfan menangis dan merangkul saya karena saking gembiranya. Lalu beliau berkata, “Mumpung saya masih hidup. Umur saya sekarang sudah 83. Mumpung masih ada umur, saya takut sejarah ini hilang. Ketahuilah, ketika Mbah Hasyim Asy’ari sudah keliling muter untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) beliau terlebih dahulu beristikharakh di Makkah al-Mukarramah. Singkat ceita, dari istikharahnya tersebut dihasilkan sebuah keputusan oleh para ulama yang ada di sana seperti Kiai Ahmad Nahrawi, guru tarekat Syadziliyah terkenal, Kiai Mahfudz at-Turmusi, dan beberapa tokoh ulama lainnya, bahwa, “Di Jawa, keputusannya hanya ada di dua orang. Yang pertama al-Habib Hasyim bin Umar bin Yahya Pekalongan, dan yang kedua Mbah Kiai Ahmad Kholil Bangkalan. Bilamana dua orang ini setuju, maka dirikanlah Nahdlatul Ulama. Tapi apabila dua orang ini tidak berkenan, jangan dibantah.”

Akhirnya Mbah Hasyim Asy’ari kembali (ke tanah air). Sesampainya di rumah beliau langsung menuju ke Kudus untuk meminta Kiai Asnawi dan Kiai Yasin mendampinginya. Terus (dilanjut) ke Pekalongan menuju rumahnya Kiai Muhammad Amir, dan di situ sudah ada Kiai Irfan yang memang sudah dipersiapkan, karena mendengar Kiai Hasyim akan berkunjung. 

Lalu Kiai Hasyim didampingi Kiai Asnawi, Kiai Yasin, Kiai Amir dan Kiai Irfan datang ke rumah Habib Hasyim. Sesampai di sana, Habib Hasyim berkata, “Hasyim, saya ridhai kalau kamu mendirikan suatu wadah untuk Ahlussunnah wal Jama’ah.” 

(Mendengar jawaban tersebut) Mbah Hasyim Asy’ari sangat senang hati. Setelah menginap (beberapa hari) di Pekalongan, beliau meminta kepada Habib Hasyim untuk mengajarinya (menambah) ilmu hadits. Maka setiap Kamis Wage, beliau mesti datang ke Pekalongan belajar ilmu hadits kepada Habib Hasyim.

Dari Pekalongan Mbah Hasyim Asy’ari langsung menuju ke Mbah Kholil Bangkalan. Begitu sampai di sana, Mbah Kholil langsung dawuh, “Sudah, pokoknya apa kata Habib Hasyim itu benar. Saya cocok. Dirikanlah, jangan lama-lama lagi.” Sehingga berdirilah Nahdaltul Ulama.

Saat sebelum keberangkatan ke Bangkalan, Mbah Hasyim Asy’ari dipesani Habib Hasyim, “Tapi tolong, nama saya jangan ditulis.” Akhirnya Mbah Kholil pun sama (tidak mau ditulis namanya). Akhirnya Kiai Hasyim bertanya, “Kalau tidak mau ditulis semua, lalu bagaimana (sejarah nantinya)?”

“Ya sudah ndak apa-apa saya ditulis, tapi jangan banyak-banyak”, jawab Mbah Kholil.

Di kesempatan lain saat Habib Luthfi duduk bersama Gus Dur, Faizin dimintai untuk menjadi saksi agar tidak dianggap mengada-ada. Habib Luthfi lalu menceritakan kisah di atas kepada Gus Dur. Tapi ternyata kemudian Gus Dur menerangkan jauh lebih luas lagi tentang peranan Habib Hasyim dengan Mbah Hasyim ketika awal berdirinya Nahdlatul Ulama. Maka jangan heran kalau keluarga Mbah Hasyim Asy’ari, khususnya Gus Dur, dengan kita dekat. Itu meneruskan sebagaimana keakraban para sesepuh, para ulama kita jaman dulu. 

Menceritakan itu memang mudah, tapi intinya cuma satu, “Mampukah kita meneruskan thariqah (jalan perjuangan)nya para beliau atau tidak?” Pungkas Habib Luthfi bin Yahya. Semoga bermanfaat

Hari Santri Nasional

Posted by : Unknown 0 Comments
Berikut biografi Abah Anom
Ulama sentral Nusantara yang sangat Kharismatik juga Ahli Thoriqoh Al 'arif billah

KH Shohibulwafa Tajul Arifin atau yang biasa disapa Abah Anom lahir pada 1 Januari 1915 di Kampung Godebah, Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia merupakan putra kelima pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Syekh H Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad atau Abah Sepuh dan istrinya Hj Juhriyah.

Pada tahun 1923, Abah Anom menempuh pendidikan umum di Sekolah Dasar zaman Belanda "Vervoleg School" selama lima tahun. Setelah itu, Abah Anom meneruskan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah di Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai anak yang tumbuh di lingkungan agamis, Abah Anom juga secara khusus mendalami ilmu agama di sejumlah pesantren. Mulanya, ia mempelajari ilmu fiqih dari seorang kyai terkenal di Pesantren Cicariang, Cianjur.

Ilmu yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia itu kemudian semakin didalaminya di Pesantren Jambudipa. Di pesantren yang juga terletak di kota Cianjur ini, wawasan Abah Anom kian kaya setelah mempelajari ilmu lain seperti nahwu, sorof dan balaghah. Setelah sekitar dua tahun menimba ilmu di Pesantren Jambudipa, ia melanjutkan ke Pesantren Gentur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Kiprahnya sebagai tokoh agama yang banyak menyentuh bidang sosial kemasyarakatan berawal dari pemahamannya tentang makna zuhud. Jika kebanyakan kaum sufi berpendapat zuhud adalah meninggalkan dunia, yang berdampak pada kemunduran umat Islam. Tak demikian menurut pandangan Abah Anom, "Zuhud adalah qasr al-'amal artinya, pendek angan-angan, tidak banyak mengkhayal dan bersikap realistis. Jadi zuhud bukan berarti makan ala kadarnya dan berpakaian compang camping."
Kemudian di tahun 1935, Abah Anom melanjutkan pendidikan agamanya di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi selama dua tahun. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Di pesantren inilah, Abah Anom memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Kegemarannya bermain silat dan pengetahuan ilmu agamanya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Kemudian atas perintah ayahnya, Abah Anom juga melaksanakan Riyadoh dan ziarah ke makam para wali sambil menimba ilmu di pesantren Kaliwungu-Kendal-Jawa Tengah, serta di Bangkalan Madura bersama kakak kandungnya H.A Dahlan dan wakil Abah Sepuh KH Pakih dari Talaga, Majalengka.

Sifatnya yang selalu haus akan ilmu didukung dengan kecerdasannya membuat Abah Anom cepat menyerap pelajaran. Bahkan di usia yang masih relatif muda, 18 tahun, ia telah berhasil menguasai berbagai cabang ilmu agama Islam. Ketertarikannya pada dunia pesantren, pada akhirnya mendorong sang ayah, Abah Sepuh yang merupakan pemimpin Thoriqot Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) untuk mengajarinya dzikir TQN hingga Abah Anom dirasa pantas untuk menjadi wakil talqin di pesantren Suryalaya yang didirikannya. Mungkin sejak itulah, ia mulai dikenal dengan sebutan Abah Anom.

Abah Anom mengakhiri masa lajangnya pada tahun 1938 di usia 23 tahun. Setelah menikah, ia berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Di Tanah Suci umat muslim itu, ia juga memperdalam ilmu Tasawuf dan Tarekat selama tujuh bulan kepada Syekh H Romli asal Garut, wakil Abah Sepuh yang bermukim di Jabal Gubeys, Mekah. Abah Anom menjelaskan eksistensi tasawuf dalam ajaran Islam yang menurutnya bukan hanya produk asli Islam, tapi telah berhasil mengembalikan umat Islam kepada keaslian agamanya pada kurun-kurun tertentu. Tasawuf yang dipahami Abah Anom, bukanlah kebanyakan tasawuf yang cenderung mengabaikan syari'ah karena mengutamakan dhauq (rasa). Menurutnya, sufi dan pengamal tarekat tidak boleh meninggalkan ilmu syari'ah atau ilmu fiqih. Bahkan, menurutnya lagi, ilmu syari'ah adalah jalan menuju ma'rifat.

Sepulang dari Mekah pada tahun 1939, wawasan keagamaannya pun semakin lengkap. Selain menguasai tasawuf, Abah Anom juga menguasai tafsir, hadits, fiqih, dan kalam. Ia juga fasih berbahasa Arab dan piawai berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda. Dalam bidang budaya dan sastra Sunda, kepandaian Abah Anom bisa disetarakan dengan sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan. Tak hanya Sunda, Abah juga cukup baik berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa.

Di tengah kesibukannya mensyiarkan Islam, Abah Anom turut berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan. Medan pertempuran bukanlah sesuatu yang asing baginya. Pada masa-masa perang kemerdekaan, ia bahu-membahu bersama Brigjen Akil memulihkan keamanan dan ketertiban di wilayahnya.

Pada tahun 1950, Abah Anom secara resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di pesantren tasawuf tersebut. Ketika itu, Tanah Air tengah berada dalam kondisi rawan dengan berbagai kekerasan bersenjata antar berbagai kelompok yang ada di masyarakat, terutama antara DI/TII melawan TNI. Abah tak tinggal diam, ia membantu para prajurit TNI menumpas gerombolan pemberontak yang mengancam keutuhan NKRI itu. Demikian pula saat pemberontakan PKI meletus pada tahun 1965. Dengan bantuan para santri, Abah Anom melakukan perlawanan bersenjata.

Di masa awal berdirinya republik ini, kondisi perekonomian rakyat juga amat memprihatinkan. Oleh sebab itu, Abah Anom mempelopori pemberdayaan ekonomi umat dengan membangun irigasi untuk mengatur pertanian, serta membangun kincir angin untuk pembangkit tenaga listrik. Sementara untuk mengantisipasi krisis pangan, ia membuat semacam program swasembada beras di kalangan masyarakat Jawa Barat. Karena upaya tersebut, 
Menteri Kesejahteraan Rakyat Suprayogi dan Jendral A. H. Nasution pernah berkunjung ke Pesantren Suryalaya guna meninjau aktivitas tersebut.

Tak hanya pada hal yang bersifat materi, Abah Anom juga mengadakan program "rehabilitasi rohani" bagi para mantan anggota PKI. Kontribusinya itu berhasil mendatangkan berbagai penghargaan dari Jawatan Rohani Islam Kodam VI Siliwangi, Gubernur Jawa Barat dan instansi lainnya.

Sementara di bidang pendidikan, Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan. Ia mendirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah.

Ketika Abah Sepuh wafat di tahun 1956, Abah Anom harus sepenuhnya mandiri dalam memimpin pesantren. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang salah satu isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka selain melakukan pembinaan spiritual umat, Ponpes Suryalaya juga mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya. Dukungan yang diberikan bukan hanya secara moril namun juga ikut aktif membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di berbagai bidang mulai dari pertanian, pendidikan, lingkungan hidup, sosial, kesehatan, 
koperasi ,hingga politik.

Salah satu sumbangan terbesarnya dalam upaya mengentaskan manusia Indonesia dari limbah kenistaan adalah dengan mendirikan pondok Inabah. Pondok tersebut menampung para santri yang mengalami gangguan kejiwaan karena ketergantungan terhadap obat-obat terlarang. Dalam kacamata tasawuf, kata Inabah merujuk pada nama sebuah peringkat ruhani (maqam), yang harus dilalui seorang sufi dalam perjalanan ruhani menuju Allah swt.

Dalam teorinya, untuk menancapkan iman dalam qalbu, tak ada cara lain kecuali dengan dzikir laa ilaha ilallah, atau yang lazim dikenal di kalangan TQN sebagai talqin. Para santri yang dirawat di Inabah harus diberikan 'pedang' untuk menghalau musuh-musuh di dalam hati mereka, pedang itu adalah dzikrullah. Selama menjalani masa rehabilitasi, mereka diperlakukan layaknya orang yang terkena penyakit hati, yang terjebak dalam kesulitan, kebingungan dan kesedihan. Mereka telah dilalaikan dan disesatkan setan sehingga tak mampu lagi berdzikir pada-Nya. Ibarat orang yang tak memiliki senjata lagi menghadapi musuh-musuhnya. Walhasil, obat untuk mereka adalah dzikir.

Salah satu bentuk dzikir adalah shalat. Menurut pandangan Abah Anom, para santri yang menjadi pasiennya itu belum dapat shalat karena masih dalam keadaan mabuk (sukara). Oleh karena itu, langkah awalnya adalah menyadarkan mereka dari keadaan mabuk dengan mandi junub. Apalagi sifat pemabuk adalah ghadab (pemarah), yang merupakan perbuatan syaithan yang terbuat dari api. Obatnya tiada lain kecuali air.Jadi, selain dzikir dan shalat, untuk menyembuhkan para pasien itu digunakan metode wudhu dan mandi junub. Perpaduan kedua metode itu dirasa cukup berhasil sampai saat ini dan tetap dipertahankan di pondok Inabah untuk mengobati para pasiennya dari yang tingkat kecanduannya paling ringan sampai yang paling berat. Terhitung sudah ratusan ribu santri binaannya yang berhasil sembuh dari ketergantungan pada narkotika. Sejak itu, cabang Inabah pun tak hanya ada di Indonesia, namun mulai menjamur ke sejumlah negara Asia seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand.

Pondok yang berdiri sejak tahun 1968 dan baru diresmikan pemerintah pada 1980 itu rupanya membawa hikmah lain. Di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, 
sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama yang datang dari berbagai benua seperti Afrika, Eropa dan Amerika. Mereka mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.

Kiprahnya sebagai tokoh agama yang banyak menyentuh bidang sosial kemasyarakatan berawal dari pemahamannya tentang makna zuhud. Jika kebanyakan kaum sufi berpendapat zuhud adalah meninggalkan dunia, yang berdampak pada kemunduran umat Islam. Tak demikian menurut pandangan Abah Anom, "Zuhud adalah qasr al-'amal artinya, pendek angan-angan, tidak banyak mengkhayal dan bersikap realistis. Jadi zuhud bukan berarti makan ala kadarnya dan berpakaian compang camping."

Ia kemudian merujuk pada surat An-Nur ayat 37 yaitu, "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan shalat, (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati menjadi guncang." Jadi, menurutnya seorang yang zuhud adalah orang yang mampu mengendalikan harta kekayaannya untuk menjadi pelayan, sedangkan ia sendiri dapat bertakwa kepada Allah swt semata. Atau seperti dikatakan Syekh Abdul Qadir Jailani, "Dudukkanlah dirimu bersama kehidupan duniawi, sedangkan kalbumu bersama kehidupan akhirat, dan rasamu bersama Rabbmu."

Gaya ulama kharismatik ini dalam memimpin pesantren maupun saat mengabdi di tengah masyarakat membuat para tokoh di Tanah Air menaruh hormat pada sosoknya. Para presiden atau wakil
Presiden RI bahkan pernah bertandang ke Ponpes Suryalaya. Diawali dengan kunjungan mantan 
Presiden Soeharto pada tahun 1995. Kedatangan 
Presiden Soeharto saat itu didamping Moerdiono yang ketika itu menjabat 
Menteri Sekretaris Negara. Menjelang pemilihan presiden tahun 2004, giliran 
Megawati Soekarnoputri yang didamping tokoh Partai 
Golkar 
Akbar Tandjung. Lima tahun berselang, 
Jusuf Kalla yang saat itu ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada pilpres 2009 juga mengunjungi Abah Anom. Di tahun yang sama, 
Presiden SBY pun tak mau ketinggalan melakukan silaturahmi ke Abah Anom.

Meski amat disegani, sebagaimana lazimnya sosok sufi, Abah Anom sebenarnya tak ingin menjadi sosok yang terkenal. Itulah sebabnya, ia sangat sulit untuk diwawancarai 
wartawan. Walau begitu, ia bukanlah seorang sufi yang lari ke hutan-hutan dan gunung-gunung dan hidup untuk dirinya sendiri, serta menuding masyarakat sebagai musuh yang menghalangi dirinya dari Allah swt.

Abah Anom berpulang ke rahmatullah Senin 5 September 2011 sekitar pukul 11.50 WIB atau bertepatan dengan hari Milad Pesantren Suryalaya 5 September 1905. Sebelumnya almarhum tidak terbaring sakit atau dirawat di rumah sakit, bahkan sempat menerima tamu di kediamannya di Suryalaya. Usai menerima tamu, tiba-tiba ia mendadak merasakan sakit. Almarhum memang diketahui mengidap penyakit jantung.

Ia meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Tasikmalaya Medical Centre (TMC). Menurut keterangan dokter yang memeriksanya, Viktor Sugiarta, Abah tiba di rumah sakit sekitar pukul 12.00 WIB. Tim medis yang langsung menangani tidak bisa berbuat banyak karena ketika tiba di rumah sakit, Abah Anom sudah meninggal dunia.

Almarhum selama semalaman dibaringkan di masjid Nurul Asro dan belum dapat dimakamkan pada hari meninggalnya karena masih banyaknya pelayat yang terus berdatangan. Selama dibaringkan dalam masjid, para pelayat terus memadati kawasan masjid untuk mendoakan dan mensholatkan almarhum serta berzikir bersama secara bergantian.

Jenazah Abah Anom baru dikebumikan pada 6 September 2011 di sebuah bangunan dekat dengan makam ayahnya Syekh H Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad dan makam keluarga besar Suryalaya lainnya yang terdapat di Puncak Suryalaya atau sekitar komplek pesantren. Prosesi pemakaman Abah Anom dimulai sekitar pukul 09.00 WIB dan dipimpin langsung oleh keponakannya KH Zaenal Abidin Anwar. muli, red

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/3771-pendiri-pondok-inabah-suryalaya
Copyright © tokohindonesia.com

Biografi Abah Anom

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,
Biografi KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani Atau Guru Ijai Sang Mursyid Thariqah Sammaniyah - Guru Zaini Ghani Martapura - Siapakah yang tidak tahu dengan sosok KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani atau lebih dikenal dengan Guru Ijai ? Setiap muslim nusantara khususnya muslim di pulau Kalimantan Selatan, terlebih di Martapura, pasti tahu akan sosok ulama besar Indonesia ini. Kebesaran dan kemuliaan nama beliau senantiasa mengharum hingga detik ini walaupun beliau telah meninggal pada tahun 2005 yang lalu. Lalu bagaimanakah biografi ulama besar satu ini ? Berikut ini admin majeliswalisongo akan membagikan sekelumit mengenai manaqib atau biografi beliau yang sangat agung dan penuh dengan hikmah kebaikan. 
Guru Sekumpul Martapura Atau KH. Zaini Abdul Ghani
KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani atau lebih populer dipanggil dengan nama Guru Ijai merupakan seorang ulama besar di Indonesia yang lahir pada tanggal 11 Februari 1942 di Tunggul Irang, Martapura dan meninggal juga di Martapura pada tanggal 10 Agustus tahun 2005. Ayah beliau bernama Syaikh Abdul Ghani sedangkan ibu beliau bernama Hajah Masliah binti Syaikh Mulia bin Syaih Muhyiddin

Apabila diruntut silsilah dari Guru Ijai ini, maka beliau masih merupakan keturunan Ulama Besar Nusantara yaitu Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Silsilah beliau adalah sebagai berikut: KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa'ad bin Abdullah bin Al-Mufti Muhammad Khalid bin Al-Aalim Al-Allamah Al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Sebagai ulama besar yang pernah hidup di nusantara ini, beliau dikenal baik dengan berbagai macam nama besar, yaitu:
  1.  Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani
  2. Guru Ijai atau Guru Izai
  3. Guru Ijai Sekumpul
  4. Tuan Guru
  5. Abah Guru
  6. Qusyairi (nama kecil beliau).
  7. Asy-Syaikh Al-Alim Al-Allamah Muhammad Zaini bin Al-Arif billah Abdul Ghani
  8. Syaikhul Alim Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Bahr Al-Ulum Al-Wali Al-Quthb Asy-Syaikh Al-Mukarram Maulana Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari
 Sedari kecil, Guru Ijai sudah terbiasa dengan pendidikan agama karena memang beliau hidup dan tumbuh besar di dalam lingkungan agamis yang ketat dan teguh dalam menjalankan perintah agama. Karenanya tak heran apabil sejak kecil beliau telah banyak makan garam seputar ilmu-ilmu agama seperti ilmu ketauhidan (ushuluddin), akhlak, al-Quran dan hadist, dan lain sebagainya. Adapun guru pertama beliau tak lain adalah ayah beliau sendiri, Syaikh Abdul Ghani. Selain itu, beliau juga mendapatkan gemblengan keras agar selalu mencintai dan menghormati para ulama khususnya dzurriyahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Guru Sekumpul Atau Tuan Guru Ijai

Keulamaan dan kewalian beliau telah terlihat dan telah nampak tanda-tandanya sejak beliau kecil. hal ini dibuktikan bahwa menurut riwayat, Guru Ijai ketika masih kecil sering menunggu kedatangan Al-Allim Al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin sekali menemui beliau semata-mata hanya untuk bersalaman mencium tangan beliau yang penuh berkah.

Tatkala umur Guru Ijai menginjak usia tujuh tahun, beliau mengikuti pendidikan formal pertamanya di madrasah ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Kemudian pada tahun 1955 (usia 13 tahun) beliau melanjutkan ke jenjang MTs, yaitu di Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Selain itu beliau juga mengenyam pendidikan agama non formal, khususnya kepada Syaikh Seman Mulia yang merupakan pamannya sendiri. Syaikh Saman terhitung menjadi guru beliau yang sangat berperan penting dalam mendidik beliau menjadi sosok ulama besar.

Pendidikan yang diterapkan Syaikh Saman terhitung unik. Beliau hampir tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama secara langsung kepada Guru Ijai, kecuali ketika berada di sekolahan. Syaikh Seman mendidik beliau dengan membangun kecintaan kepada para ulama dengan mengajak Guru Ijai kecil bersilaturahmi mendatangi para ulama besar di masanya untuk belajar mengaji kepada mereka, baik itu para ulama di Kalimantan Selatan maupun di Jawa. Salah satunya, Guru Ijai diajak atau diantara oleh Guru Seman kepada Al-Alim Al Allamah Syaikh Anang Sya'rani yang dikenal masyarakat luas sebagai seorang muhaddits dan seorang yang ahli dalam ilmu tafsir.

Walau Syaikh Seman Mulia seringkali tidak langsung mengajarkan ilmu keislaman kepada Guru Ijai, akan tetapi beliau menjadi seorang pendidik yang sangat disiplin. Ada diceritakan bahwa suatu ketika Guru Ijai kecil ingin sekali bermain ke pasar seperti kebanyakan anak-anak seusianya. namun saat akan memasuki pasar tiba-tiba pamannya, Syaikh Seman, berada di hadapannya dan memerintahkannya untuk segera pulang. Anehnya, orang-orang yang berada di pasar tidak ada seorang pun yang melihat Syaikh Seman. Akhirnya Guru Ijai pulang kembali ke rumah.
Guru Sekumpul: Wali Besar Di Zamannya

Sosok Guru Ijai merupakan sosok yang bisa dikatakan sangat menonjol dan sangat mumpuni di bandingkan dengan anak kebanyakan di usianya. Bagaimana tidak, beliau di umur yang masih sangat belia, yaitu tujuh tahun, sudah hafal al-Quran dan pada umur sembilan tahun sudah hafal tafsir Jalalain yang sangat terkenal di dunia islam itu. Kemudian pada usia kurang dari sepuluh tahun, beliau sudah mendapatkan anugerah dari Allah mendapatkan khususiyah berupa Kasyaf Hissi atau yang seringkali diartikan sebagai anugerah berupa kemampuan melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding.

Karena sudah mendapatkan pendidikan agama dan kedisplinan tingkat tinggi, pada akhirnya Guru Ijai menjadi ulama besar di masanya dan menjadi rujukan dan tempat bertanya bagi sebagian besar muslim di Indonesia khususnya di Martapura dan sekitarnya.

Beliau tidak pernah jemu memberikan nasihat yang sangat berharga yang patut kita renungi dan kita amalkan ajaran-ajaran beliau. Diantara sekian banyak ajaran beliau yaitu tentang karamah. Menurut beliau, kita jangan mudah tertipu dengan orang-orang yang mengaku memiliki karamah. Sebab menurut beliau, karamah itu bukan ilmu yang dapat dipelajari. Akan tetapi karamah tiada lain merupakan anugerah dari Allah ta'ala yang dikhususkan kepada hamba-hambaNya yang bertakwa kepada Allah. Karena bukanlah suatu keahlian atau skill, maka kita jangan sekali-kali beribadah kepada Allah hanya dengan niat menginginkan hal itu semua.

Tuan Guru Ijai juga pernah memberikan nasihat penting lainya, diantaranya yakni sebagai berikut, bahwa kita diperintahkan untuk menghormati para ulama khususnya kedua orang tua kita. Senantiasa berbaik sangka atau husnudzan kepada setiap muslim. Senantiasa dermawan dan manis muka. Senantiasa menjaga diri dari menyakiti orang lain. Senantiasa memberikan maaf apabila ada orang lain yang berbuat salah kepada kita. Senantiasa menjaga diri agar jangan bermusuhan dengan seorangpun. Senantiasa menjaga diri dari sifat tamak, rakus, serakah dan sebangsanya.  Senantiasa berpegang teguh kepada Allah ta'ala, agar hajat kita terkabul. Beliau juga menasihati bahwa kita harus yakin keselamatan itu pada kebenaran.
Guru Ijai Bersama Habib Anis Solo

Dalam perjalan dakwahnya, Syaikh Zaini memusatkan dakwahnya di majelis pengajian Mushala Ar-Raudhah. Di majelis ini ribuan bahkan puluhan ribu santri dan jamaah datang dan istiqamah mengaji kepada beliau. Banyak sekali yang datang mulai dari daerah Martapura Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Pulau Jawa, hingga dari mancanegara seperti dari Malaysia, Brunei, Singapura, dan lain sebagainya. Selain itu pengajian beliau juga banyak dipenuhi oleh para habaib yaitu dzuriyat atau keturunannya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Dalam perjalanan dakwahnya di Mushala Ar-Raudhah, Guru Ijai mengadakan pengajaran khusus untuk mengkaji kitab Ihya' Ulumiddin, pembacan burdah, pembacaan maulid azab, pembacaan dalailul khairat, Ratibul Hadad, istighfar berjamaah, dan lain sebagainya. 

Guru Ijai juga dikenal sebagai seorang mursyid tarekat Sammaniyah yang memiliki ribuan bahkan puluhan ribu murid. Beliau juga seorang penulis yang produktif. Diantara kitab karya tulis beliau adalah:
  1. Nubdzatun Fi Manaqibil Imamil Masyhur bil ustadzil A'dzam Muhammad bin Ali Ba'alawi
  2. Ar-Risalah An-Nuraniyah Fi Syarhit Tawasulatis Samaniyah
  3. Manaqib Asy-Syaikh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Qadir Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani
  4. Risalah Mubaraqah
 Adapun guru-guru beliau adalah sebagai berikut:
  1. KH. Aini Kandangan
  2. Al-Alim Al-Fadhil Al-Hafidzh Syaikh Nashrun Thahir
  3. Al-Alim Syaikh Salman Jalil. Beliau merupakan seorang pakar dalam ilmu falak dan faraidh. Di masa tuanya, Syaikh Salman ini berguru kepada Guru Ijai, sebuah contoh dari seorang ulama besar yang tidak malu untuk berguru kepada muridnya. 
  4. Al-Alim Al-Allamah Syaikh Seman Mulia
  5. Al-Alim Al-Fadhil Husain Qadri
  6. Al-Alim Al-Fadhil Syaikh Salim Ma'ruf
  7. Al-Alim Al-Fadhil Asy-Syaih Sya'rani Arif
  8. Syaikh Syarwani Abdan Bangil (Guru khusus/guru suluk)
  9. Al-Alim Al-Allamah Asy-Syaikh Muhammad Amin Kutbi (Guru khusus/guru suluk) 
  10. KH. Tubagus Muhammad Falak Bogor
  11. Syaikh Yasin bin Isa Padang Makkah
  12. Syaikh Hasan Masyath
  13. Syaikh Ismail Al-Yamani
  14. Guru Sekumpul Beserta Kedua Putranya
  15. Syaikh Abdul Qadir Al-Barr
Tuan Guru Ijai hidup selama 63 tahun. Pada awal Agustus 2005 beliau sakit dan sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura selama 10 hari. Pada tanggal 9 Agustus beliau tiba di bandar Udara Syamsuddin Noor Banjarbaru dengan menggunakan pesawat carter F-28 pukul 20.30 malam. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 2005 hari rabu pagi pukul 05.10, Tuan Guru Ijai menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya yang sekaligus merupakan komplek pengajian Ar-Raudhah. Beliau meninggal pada usia 63 tahun akibat komplikasi gagal ginjal. Pada hari Rabu sore, pukul 16.00 beliau dishalati di mushala Ar-Raudhah. 
Makam Guru sekumpul
Masyarakat Kalimantan Selatan khususnya Martapura berduka dengan duka yang sangat mendalam. Hal ini bisa dilihat dari keadaan pasar Martapura yang biasanya ramai di pagi hari mendadak menjadi sepi dan semua kios serta toko ditutup. Begitu pula beberapa kantor dinas, termasuk kantor bupati Banjar. Seluruh masyarakat berkumpul ke kediaman Guru Ijai untuk ta'ziyah dan memberikan penghormatan terakhir kepada beliau. 

Beliau wafat dengan meninggalkan dua putra yang dikemudian hari menjadi penerus beliau, yaitu Syaikh Muhammad Amin Al-Badali dan Syaikh Ahmad Hafi Badali.

Jenazah Guru Sekumpul akan dimakamkan
Jamaah Guru sekumpul yang masih istiqamah hingga kini
Guru Ijai dan Gus Dur

Guru Ijai dan Presiden Soeharto

Pecinta guru sekumpul

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,
Bila Kakiku Terperosok, Aku Menyebut Namanya
(Syair gubahan  Layla untuk Qays)

Bila kakiku terperosok, aku menyebut namanya
Aku bermimpi dalam tidurku hidup bersama dia
Apabila disebut nama Qays
Hilanglah kekuatan jiwaku
Hatiku seperti sirna ditelan namanya
Demi Allah, hampir saja aku gila karena memikirkannya
Dadaku sesak karena rindu
Kaumku mengancam
Jika Qays tidak berhenti menyebut namaku
Maka darahnya akan tumpah membasahi bumi
Bunuhlah aku dan biarkan Qays
Setelah nyawaku melayang, janganlah kalian hina ia
Cukup apa yang ia derita karena cinta
Mungkin ia akan menuduhku tidak setia dengan janji
Dan aku tidak mampu mencegahnya
Kucampur tinta dengan airmataku
Untuk menulis surat padanya
Inilah saat perpisahan bagi orang
Yang akan kukurbankan jiwaku untuknya
Aku khawatir jika ajalku tiba
Tak dapat memandang wajahnya

(Bab VI, hlm. 71-72, inilah syair dari Layla setelah Ishaq menyakini cinta Layla kepada Qays: “Adakah anda bisa membacakan syair untuknya?” Ishaq, lelaki itu, kemudian berjanji akan menyampaikannya kepada Qays).


Laila Majnun

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,
Siapa yang tidak tahu bagaimana dasyatnya cinta Majnun kepada Layla, berikut saya akan menguraikan puisi puisi Layla Majnun yang tenggelam dalam lautan cinta.

Penuhi cawanmu dengan cinta yang tidak pernah berubah. Penuhi ia dengan cinta abadi. Cinta yang dimurnikan dengan penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya abadi.” 
(Paragraf penutup Laila & Majnun)

Beberapa pilihan puisi (syair-syair) gubahan Nizami Ganjavi dalam buku Laila dan Majnun

Berlalu Masa

Berlalu masa, saat orang-orang meminta pertolongan padaku
Dan sekarang, adakah seorang penolong yang akan
mengabarkan rahasia jiwaku pada Layla?
Wahai Layla, Cinta telah membuatku lemah tak berdaya
Seperti anak hilang, jauh dari keluarga dan tidak
memiliki harta
Cinta laksana air yang menetes menimpa bebatuan
Waktu terus berlalu dan bebatuan itu akan hancur,
berserak bagai pecahan kaca
Begitulah cinta yang engkau bawa padaku
Dan kini hatiku telah hancur binasa
Hingga orang-orang memanggilku si dungu yang suka
merintih dan menangis
Mereka mengatakan aku telah tersesat
Duhai, mana mungkin cinta akan menyesatkan
Jiwa mereka sebenarnya kering, laksana dedaunan
diterpa panas mentari
Bagiku cinta adalah keindahan yang membuatku tak
bisa memejamkan mata
Remaja manakah yang dapat selamat dari api cinta?

(Bab II, hlm. 10, situasi ketika nyala api asmara dalam hati Qays mulai berkobar dan kebiasaannya kini hanya melamun dan merangkai syair)



Layla Telah Dikurung

Layla telah dikurung dan orangtuanya mengancamku
Dengan niat jahat lagi kejam, aku tidak bisa bertemu lagi
Ayahku dan ayahnya sesak dada dan sakit hati padaku
Bukan karena apapun juga, hanya karena aku mencintai Layla
Mereka menganggap cinta adalah dosa
Cinta bagi mereka adalah noda yang harus dibasuh
hingga bersih
Padahal kalbuku telah menjadi tawanannya
Dan ia juga merindukanku
Cinta masuk ke dalam sanubari tanpa kami undang
Ia bagai ilham dari langit yang menerobos dan
bersemayam dalam jiwa kami
Dan kini kami akan mati karena cinta asmara yang telah
melilit seluruh jiwa
Katakanlah padaku, pemuda mana yang bisa bebas dari
penyakit cinta?

(Bab II, hlm. 15, situasi ketika cinta yang bersemayam di hati mendapat rintangan)


Wahai Layla Kekasihku

Wahai Layla kekasihku
Berjanjilah pada keagungan cinta agar sayap jiwamu dapat terbang bebas
Melayanglah bersama cinta laksana anak panah menuju sasaran
Cinta tidak pernah membelenggu
Karena cinta adalah pembebas, yang akan melepaskan
buhul-buhul keberadaan
Cinta adalah pembebas dari segala belenggu
Walau dalam cinta, setiap cawan adalah kesedihan
Namun jiwa pecinta akan memberi kehidupan baru
Banyak racun yang harus kita teguk untuk menambah
kenikmatan cinta
Atas nama cinta, racun yang pahit pun terasa manis
Bertahanlah kekasihku, dunia diciptakan untuk kaum pecinta
Dunia ada karena ada cinta


(Bab II, hlm. 16-17, situasi ketika Qays dalam kerinduan memuncak mengendap-endap ke rumah Layla, seraya menciumi rumah mawar itu dengan derai airmata membasahi pipi. Ia melantunkan syair ini, tak peduli apakah Layla mendengar atau syairnya tertelan dinding rumah)


Wahai Angin Sampaikan Salamku pada Layla

Wahai angin sampaikan salamku pada Layla!
Tanyakan padanya apakah dia masih mau berjumpa denganku?
Apakah ia masih memikirkan diriku?
Bukankah telah kukorbankan kebahagiaanku demi dirinya?
Hingga diri ini terlunta-lunta, sengsara di padang pasir gersang
Wahai kesegaran pagi yang murni dan indah!
Maukah engkau menyampaikan salam rindu pada kekasihku?
Belailah rambutnya yang hitam berkilau
Untuk mengungkapkan dahaga cinta yang memenuhi hatiku
Wahai angin, maukah engkau membawakan keharuman
rambutnya padaku
Sebagai pelepas rindu
Sampaikan pada gadis yang memikat hati itu
Betapa pedih rasa hatiku jika tidak bertemu dengannya
Hingga tak kuat lagi aku menanggung beban kehidupan
Aku merangkak melintasi padang pasir 
Tubuh berbalut debu dan darah menetes
Airmataku pun telah kering
Karena selalu meratap dan merindukannya
Duhai semilir angin pagi, bisikkan dengan lembut salamku
Sampaikan padanya pesanku ini:
Duhai Layla, bibirmu yang selaksa merah delima
Mengandung madu dan memancarkan keharuman surga
Membahagiakan hati yang memandang
Biarkan semua itu menjadi milikku!
Hatiku telah dikuasai oleh pesona jiwamu
Kecantikanmu telah menusuk hatiku laksana anak panah
Hingga sayap yang sudah patah ini tidak mungkin dapat terbang
Berbagai bunga warna-warni menjadi layu dan mati
Karena cemburu pada kecantikan parasmu yang bersinar
Engkau laksana dewi dalam gelimang cahaya
Surgapun akan tertarik untuk mencuri segala keindahan
yang engkau miliki
Karena engkau terlalu indah dan terlalu berharga untuk
tinggal di bumi!

Duhai Layla, dirimu selalu dalam pandangan
Siang selalu kupikirkan dan malam selalu menghiasi mimpi
Hanya untukmu seorang jiwaku rela menahan kesedihan 
dan kehancuran
Jeritanku menembus cakrawala
Memanggil namamu sebagai pengobat jiwa, penawar kalbu
Tahukah engkau, tahi lalat di dagumu itu seperti sihir
yang tidak bisa aku hindari
Ia menjadi sumber kebahagiaan yang telah memikatku
untuk selalu mengenangmu
Membuat insan yang lemah ini tidak lagi mempunyai jiwa 
Karena jiwaku telah tergadaikan oleh pesonamu yang memabukkan
Jiwaku telah terbeli oleh gairah dan kebahagiaan cinta
yang engkau berikan
Dan demi rasa cintaku yang mendalam
Aku rela berada di puncak gunung salju yang dingin seorang diri
Berteman lapar, menahan dahaga
Wahai kekasihku, hidupku yang tidak berharga ini suatu saat akan lenyap
Tapi biarkan pesonamu tetap abadi selamanya di hatiku

(Bab III, hlm. 21-23, situasi ketika Qays mulai sering meninggalkan rumah, hidup sendirian di padang pasir gersang atau hutan belantara yang berbahaya. Ia tidak lagi merawat tubuh, membiarkan rambut memanjang dan ke sana-kemari bertelanjang dada. Saat berjalan di kampung-kampung, orang-orang akan memanggilnya dengan Majnun, si gila. Dan anak-anak kecil akan mengikuti langkahnya dari belakang sambil melempari batu. Meski demikian dari mulutnya yang kering tetap keluar syair-syair yang indah)

Laila Majnun

Posted by : Unknown 0 Comments
Tag : ,

- Copyright © Fauzan Khan - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -