Posted by : Unknown Sunday, March 5, 2017

By : Emha 'Ainun Najib

Memang bukan saridin namanya jika tidak gila, dan bukan gilanya saridin kalau definisinya sama dengan definisi anda tentang gila. Wong sama saya saja saridin sering bertengkar soal mana yang gila mana yang tidak kok. Padahal saya juga agak gila. Apalagi sama anda. Anda kan jelas-jelas waras.
Misalnya di jaman Demak bagian akhir-akhir itu saya menyatakan bersyukur bahwa dakwah para wali semakin produktif. Sunan Ampel yang berfungsi sebagai semacam Ketua MPR, sunan Kudus sebagai Menko Kesra, Sunan Bonang sebagai Pangab, atau Sunan Kalijaga sebagai Mendikbud, benar-benar menjalankan management sejarah dan strategi sosialisasi nilai dengan metode-metode yang canggih dan efektif.
Bukan hanya komunitas-komunitas Islam semakin menyebar dan meluas, tapi juga mutu kedalaman orang beribadah semakin menggembirakan. Tapi saridin menertawakan saya. Dan bagi saya sangat menyakitkan karena tertawanya dilambari aji-aji kedigdayaan bathin, begitu suara tertawanya lolos dari terowongan tenggorokan saridin, pepohonan bergetar-getar, burung-burung berterbangan menjauh, awan-awan dan mega melarikan  diri sehingga matahari gemetar tertinggal sendirian di langit .
"Jangan sok kamu Din..!" Saya berteriak
Saridin menghentikan tertawanya. Ia menjawab, "Bersyukur yah bersyukur, tapi kalau saya, juga berprihatin."
"Kenapa.?." Tanya saya
"Diantara orang-orang yang beribadah kepada Tuhan itu banyak yang Majnun..!!"
"Gila..??"
"Ya, Majnun artinya gila, Majnun.!!"
"Majnun gimana..??"
"Pengertian kita tentang junun atau kegilaan tampaknya berbeda. Bagi saya gitu itu gila, tapi bagi kamu itu tidak."
"Gitu itu gimana yang kamu maksud?"
"Orang berdiri khusyuk bersedekap. Matanya konsentrasi ke kiblat. Mulutnya mengucapkan hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan..." Tiba-tiba tertawanya meledak lagi, sehingga tanah yang saya pijak berguncang, padahal tidak demikian. Orang tidak hanya kepada Tuhan menyembah. Wong jelas tiap hari dia menyembah para priyayi, para priyagung, para tumenggung atau para Adipati. Minta tolongnya juga tidak kepada Tuhan. Ia banyak bergantung pada atasannya dibandingkan kepada Tuhannya. Meskipun dia tidak menyatakan, tapi terbukti jelas dalam perilaku dia bahwa yang nomor satu bagi hidupnya bukan Tuhan, melainkan penguasa-penguasa lokal dalam hidupnya. Entah penguasa politik, atau penguasa ekonomi. Itu namanya Majnun. Tuhan kok dibohongi. Dan caranya membohongi Tuhan dengan kekhusyukan lagi! Kalau otaknya sehat, hal begitu tak terjadi. Hanya otak gila saja yang memungkinkan hal itu terjadi."
Saya melengos, "Ah ini terlalu idealis. Normal dong kalau manusia punya kelemahan yang demikian. Mana ada manusia yang sempurna. Orang kan boleh berproses. Orang berhak belajar secara bertahap. Pengabdiannya terhadap Tuhan diolah dari belum utuh pada akhirnya. Konsistensi seseorang atas kata-kata yang diucapkannya kan bertahap, tidak langsung bisa seratus persen!"
Kesal betul saya.
Tiba-tiba tertawanya meletus lagi, sehingga saya terjengkang lima Depa ke belakang. "Lho ini masalah simpel, kalau bilang jagung yah jagung, kalau kedelai yah kedelai. Kalau itu yah itu. Kalau tidak itu yah tidak. Gampang saja kan.? Kalau seorang imam terlanjur mengungkapkan statement kepada Tuhan "hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan" maka ia harus bertanggung jawab atas kata kami di situ. Artinya, pertama, ia terlanjur berjanji kepada Tuhan. Kedua ia harus bertanggung jawab sebagai imam, sebagai pemimpin. Seorang imam harus tahu persis dan mengolah tanggung jawab kolektif atas seluruh persoalan jamaahnya. Tidak hanya imam dan takwanya, tapi juga segala masalah kesehariannya, sampai soal nasi dan problem-problem sosialnya.."

Baca Juga : Demokrasi tolol versi Saridin

Sekarang giliran saya yang tertawa. Saya mendatangi Saridin dan berbisik di telinganya, "Din, jangan terlalu serius dong. Dialognya yang santai saja.!"
"Lho," Saridin terhenyak, "justru karena ini saya pilihkan tema tema lawakan. Gimana sih ente ini. Saya yang omongkan inikan orang-orang yang melawak kepada Tuhan. Orang-orang yang menyatakan sesuatu tapi tidak sungguh-sungguh. Orang yang ndangel di hadapan Tuhan, karena dipikirnya Tuhan itu butuh dagelan dan disangkanya para malaikat bisa tertawa."
Saya jadi agak takut-takut. "Din, Saridin, kamu jangan begitu ah. Jangan omong yang enggak-enggak. Kalau sama Tuhan yang serius dong!"
"Justru saya sangat serius kepada Tuhan , sehingga saya ceritakan mengenai orang-orang yang melawak dihadapan-Nya..!!"
"Orang beribadah ko melawak.!" Saya membantah lagi.
"Lho gimana sih," ia menjawab, "orang tiap hari bersembahyang dan mengajukan permintaan kepada Tuhan 'Ya Allah anugerah ilahi aku jalan yang lurus !' dan Tuhan sudah menganugerahkan apa yang orang minta. Orang itu tidak pernah memakainya, tapi tiap hari ia memintanya lagi kepada Tuhan. Kalau saya jadi Tuhan, pasti kesal dong.."
"Husysysysy !!!" Saya membentak.
"Husysysysy bagaimana !"
"Emangnya kamu Tuhan?"
"Siapa bilang saya Tuhan? Majnun kamu!"
"Emangnya Tuhan bisa kesel??"
"Maha suci Allah dari kekesalan, tapi apakah karena Tuhan mustahil kesal maka menjadi alasan hamba-hamba-Nya untuk berbuat semaunya, untuk mendustai Dia, untuk berbuat gila?"
"Wong gitu saja kok gila tho Din !"
"Lho orang sudah disuguhi kopi, tidak diminum, lah kok minta kopi lagi, saya suguhi kopi lagi, lagi, lagi, lagi, sampe meja penuh sesak dengan gelas-gelas kopi, tapi lantas tidak diminum lagi, tapi diminta lagi dan lagi, gila namanya kan?"
"Ah, yah bukan gila, paling-paling yah munafik namanya."
"Yah gila dong, Majnun. Orang yang punya logika, tapi berprilaku tidak logis, itu penyakit Junun namanya. Orang yang tidak menggunakan pengertian mengenai konteks, proporsi dan lokasi-lokasi persoalan, itu virus Junun yang menyebabkannya. Orang bilang keadilan sosial, tapi kerjanya tiap hari menata ketimpangan , itu Majnun. Orang bilang semua perjuangan itu untuk rakyat, padahal prakteknya tidak, itu namanya virus Junun lebih parah dari HIV.."
Akhirnya saya kesal dan saya tinggalkan si Majnun ini !

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fauzan Khan - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -