Posted by : Unknown
Wednesday, March 1, 2017
“Cobaan anugrah tidak kalah hebat dari
musibah. Zaman serba mudah,insting bersyukur kalah dengan watak kufur.
Matrealistik dikedepankan. Cinta dunia
berlebih, hedonis, hingga prilaku korup.
Hadirnya jiwa-jiwa tercerahkan melalui
tarbiyah ruhhiyah dibutuhkan untuk menjadi obor ditengah kehidupan dunia yang
terang namun sejatinya pekat ini”
( KH. Zuhrul Anam Hisyam)
Ulama Syuriah, Syekh Badruddin Al Husaini
Kediamannya tidak jauh dari lokalisasi (pusat prostitusi). Suatu saat, Syekh
badruddin memerintahkan seseorang untuk kirim salam epada para wanita
penghibur. Sekaligus minta didoakan supaya khusnul khotimah.
Lalu apa yang terjadi? Semua wanita penghibur tidak
bisa menahan tangis. Mereka yang merasa hina, rendah dihadapan Allah tidak
habis pikir. Ada ulama besar, gurunya semua ulama kirim salam dan minta
didoakan! Alhasil, mereka berbondong-bondong sowan kepada Syeh Badruddin dan
menyatakan taubat.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, mereka yang menjadi
pengikut setia ada yang awalnya pembenci utama,. Mereka yang bengis memusuhi
Rosulullah ketika bertemuidak bisa berbuat apa-apa. Dan masih banyak lainnya. Tapi,
itu mukjizat yang hanya melekat padaNabi. Sementara sekarang sudah tidak ada
nabi, tinggal pewarisnya yaitu Auliya wal Ulama.
Dari kisah diatas, kita bisa belajar banyak hal. Soal
ketawadhu’an, juga mendengarkan bagaimana karomah yang dititipkan Allah melalui
Syekh Badruddin Al Husaini, dalam kacamata tasawuf, mereka yang merasa hina,
lemah, rendah dihadapan Allahkarena banyaknya dosa, maka dihadapan Allah
derajat mereka sedang naik. Sebaliknya mereka yang merasa baik, ibadahnya
unggul, berilmu, bangga banyak pengikut, bukan tidak mungkin derajatnya justru
sedang turun derajatnya dihadapan Allah SWT.
Sepert maqolah syeh Ibnu Athoilah dalam kitab hikam
: “Maksiat yang menjadikan pelakunya sedih, merasa hina, penuh kesedihan di mata
Allah itu lebih baik, ketimbang ibadah yang membuahkan kegagahan dan
kesombongan”.
Bagaimana bisa hanya dengan kirim salam Syekh
Badriddin membuat orang berbalik arah 180 derajat. Semua itu tidak lepas dari Nur
(Cahaya) Illahiyyah yang membuat perkataan seseorang mampu menarik langsung
ke hati dan berwibawa. Dan satu-satunya cara mengakses nur illahiyah adalah
tarbiyah ruhiyyah.
“Tasbiqu an wa ruhum, aqwalahum fatajdhibu al
quluba watuahiluha, lissama’i al mathlub” artinya : ucapan mereka (orang orang
hikmah) selalu disertai cahaya (nur illahiyyah) sehingga menarik jiwa seseorang
kemudian menjadi pendengar setia.
Hakikat tarbiyah ruhiyyah adalah tazkiyyatunnafsi
atau assair ilallah. Penyucian jiwa atau perjalanan menuju sang
Kholiq. Pndah dari jiwa yang belum tersucikan menjadi jiwa yang tersucian. Dari
logika non syar’i menjadi logika yang syar’i. Dari hati yang keras, saki
menjadi hati yang tentram, sehat. Dari ruh yang lari dari pintu Allah menjadi
ruh yang mengenal Allah dan menghayati arti kehambaan kepada Allah.
Adapun laku yang harus ditempuh adalah totalitas
ibadah dengan mengerjakan perkara wajib, eninggalkan yang haram, memperbanyak
ibadah sunnah. Menjauhi makruh dan syubhat. Serta ada dua pilar penting dan
menonjol memperbanyak (dan istiqomah) dzikir, sedikit bicara, makan, tidur, dan
shuhbatussholihin (berkumpul dengan orang orang sholeh). Istiqomah laku
tersebut menghadirkan kesadaran hakiki tentang dunia akherat, hidup mati serta
penghayatan atas status manusia sebagai hamba mutlak, bahwa dirinya seutuhnya
hanya milik Allah.
Dalam dunia tasawuf untuk menuju kepada Allah SWT
ada tiga proses : Ta’alluq, Takholluq, dan tahaqquq. Oraang yang
melewati tiga proses tersebut, berarti tengah melakukan tarbiyah ruhiyyah,
sampai kemudian mendapat nur illahiyyah.
Maqam ta’alluq artinya keterusmenerusan
mengaitkan diri kepada Sang Kholiq. Mendekatkan diri, atau juga merasa dekat,
dan slalu dalam pengawasan Allah. Salah satu medianya memang dengan cara dawwam
(terus menerus).
Maqam taholluq artinya penyerapan terhadap
akhlak illahiyyah seperti rohmah (welas asih), al ‘adl (adil,bijaksana) dan
lain sebagainya. Sebagai contoh : kita meyakini dan tahu bahwa atas welas asih
Allah, maka semua makhluk tanpa terkecuali menerima rejeki, mendapat hak hidup,
hak kaya, hak sehat, tanpa kecuali. Orang yang taholluq akan menebar welas
asih, atau siapapun yang berada disekitarnya, mendengarkan fatwa atau ngajinya,
akan nyaman, tentram, dan terayomi.
Dalam sebuah hadist, “Inna lillahi miatan wa sab’ata
“asyaro khuluqon. Faman takhollaqo bi wahidatin minha dakhola jannah” (Allah
memliki 117 Akhlak. Barangsiapa yang meniru satu saja dari akhlak tersebut,
maka aan masuk surga). atau Hadist, “Innallaha ahabba min kholiqihi man ‘ala
khuluqihi” (Allah mencintai hamba yang mampu meniru Akhlak-Nya).
Maqom tahaqquq artinya maqom ruhaniyyah
dimana seseorang sudah sampai tingkatan dmana surga dan neraka didepan matanya.
Jika seseorang sudah pada tataran tahaqquq, maka dia tergolong ‘arif billah yang
menjadi pewaris nabi sejati. Artinya ucapan dan tindakannya sering mendapat
taufiq dan ta’yyid dari Allah. Serta mendapat anugrah dari Allah, maunah dan
karomah.
Abul Hasal Al Hasani dalam kitab ‘Robbaniyyah
Laa Rohbaniyyah’ mengataka : sekarang ini menjadi kerusakan dimana-mana
dikarenaan dua hal, tidak adanya ikhlas dan buruknya budi pekerti (suul adab). Kewajiban
kita dalam era sekarang yang terpenting membangun Ruh ikhlas dan Khusnul
Khuluq (Akhlak mulia). Wasilah terpenting untuk dua hal tersebut adalah
Cinta. Dan tidak ada jalan lain menuju cinta kecuali Dzhikir dan
suhbatussholihi.
Dalam dakwah, Walisongo tampaknya salah satu contoh
di Indonesia, yang menjalani laku tarbiyyah ruhiyyah. Memiliki nur
illahiyyah kemudian melakuan dakwah. Bagaimaa tidaak? Walisongo mengislamkan
rakyat yang tadinya menganut Hindu Budha, berbalik kemudian Islam tanpa
peperangan. Tentu hanya nur illahiyyah yang lahir dari tarbiyah ruhiyyah yang
melakukan itu. Inilah model dakwah yang dipegang ulama Indonesia dan tidak
mudah ditemukan ditempat lain.
Syekh Abul ‘Adzim mengatakan : Idza kaana al
kalam ‘aninnur, hadasha lisami’ihi as surur. Artinya : jika seseorang
berkata dengan nur illahiyyah maka orang yang mendengarkanya akan bahagia. Sungguh
semakin langka ita menemukan jiwa-jiwa berwibawa, tutur katanya menentramkan. Sebaliknya,
yang ada sekarang justru dakwah yang jauh dari nur illahiyyah. Berisi kebencian,
fitnah, monopoli kebenaran barangkali tidak melewati fase tarbiyah ilahiyyah.
Beberapa tokoh besar seperti baca sebagian tokohulama yang menjalani laku Thoriqoh yang menjadi panutan umat, fatwanya menjelma
lentera ditengah-tengah masyarakat, termasuk ulama besar kontemporer terkini
yang melalui laku tarbiyah ruhiyyah, suluk sufisme.