Posted by : Unknown Thursday, February 9, 2017

Muallaf Salah Paham Allahu Akbar

| Kamis, 26 Januari 2017 07:00
Salah seorang muallaf di sebuah daerah pedalaman bertanya ketika seorang kiai kampung yang berkunjung ke daerahnya.

"Apakah arti Allahu Akbar itu bakar, turunkan, dan hancurkan, Kiai?"

"Loh kok artinya begitu?” Tanya Kiai.

"Saya kalau lihat demo di televisi, banyak orang memekikan suara Allahu Akbar dengan iringan perkataan turunkan, hancurkan, dan bakar.“

"Allahu Akbar adalah kalimat takbir. Artinya Allah Maha Besar, yang memiliki makna bahwa seluruh makluk kecil tidak punya kekuatan apa pun. Kalimat takbir itu untuk berseru pada kebaikan, seperti azan atau memulai shalat," jelas kiai kampung itu.

Si muallaf manggut-manggut. Tapi ia masih bingung, kenapa Allahu Akbar kadang diiringi kata-kata kasar dan tindakan anarkis para pendemo. (Ahmad Rosyidi)

Larangan Mendoakan Orang Mati



Kiai Durrahman yang baru saja pulang dari kuburan kedatangan seorang pemuda lulusan sebuah kampus di Madinah yang hendak mengajak berdebat. 
Dengan gaya mengetes, si pemuda bertanya, “Pak Kiai, apa hukum mendoakan orang mati?”
“Haram!”
Si pemuda kaget. Jawaban Kiai Durrahman di luar dugaan. “Alasannya, Kiai?”
“Islam mengajarkan, mendoakan orang harus yang baik-baik. Harusnya kita mendoakan orang banyak rezeki, sehat, atau panjang umur. Jangan sampai kita mendoakan orang mati, itu doa buruk.”
Si pemuda pun lekas pamit Pulang.


Cak Lontong: NU Lebih Hebat dari PBB

Cak Lontong berpendapat bahwa NU tetap memliki semangat yang sama dari mulai didirikan. Menurut dia, memperingati berdirinya NU pun dengan cara berdiri.

“Ini menunjukkan kesederhanaan dari dulu. Perlu dilestarikan,” ujar alumni Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya tersebut pada peringatan Hari Lahir NU di halaman gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta, Selasa, (31/1).

Pembawa acara sekaligus pelawak tersebut juga mengakui bahwa ia mempunyai kedekatan emosional dengan NU dari kecil.

“Sejak kecil, saya hidup di lingkungan NU. Kekrabannya luar biasa,” ungkap lelaki yang menyandang gelar insinyur itu.

Selama hidup di kalangan NU, ia mengaku, ekonomi masyarakat dapat diperbaiki dengan cara tradisi tahlilan yang diadakan ketika ada acara atau ada orang yang meninggal dunia.

“Jika ada satu orang yang meninggal di desa saya, tujuh hari makan malam saya, aman. Coba kalau ada orang yang meninggal seratus,” ujar pemilik nama lengkap Lies Hartono.

Selain itu, dia juga menyinggung terkait dengan menghargai keberagaman. Menurutnya, Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Hal itu tergambar dari kekayaan etnis dan bahasa yang dimiliki.

“NU itu lebih hebat dari PBB,” tambahnya.

Menurutnya, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) hanya mengurusi perdamaian dunia, sedangkan NU mengurusi perdamaian dunia dan akhirat.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fauzan Khan - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -