Posted by : Unknown
Tuesday, February 28, 2017
Ketiga
sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak
boleh dibalik.
AL QUR’AN
Secara etimologis,
al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang
berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta
kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan al-Qur’an
karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu
pengetahuan. Allah berfirman :
“ Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya”.
(al Qiyamah [75]:17-18).
Sedangkan menurut para ulama klasik,
al-Qur’an didefinisikan sebagai berikut:
- Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa Arab, merupakan mu’jizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
- Adapun pokok-pokok kandungan dalam al-Qur’an antara lain:
- Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
- Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
- Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
- Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar
hukum, sebagai berikut:
- Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
- Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
- Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangakan khusus hukum syara dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yakni:
- Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, haji, dank urban.
- Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
Hukum munakahat (pernikahan).
Hukum faraid (waris).
Hukum jinayat (pidana).
Hukum hudud (hukuman).
Hukum jual-beli dan perjanjian.
Hukum al-khilafah (tata
Negara/kepemerintahan).
Hukum makanan dan penyembelihan.
Hukum aqdiyah (pengadilan).
Hukum jihad (peperangan).
Hukum dauliyah (antarbangsa).
AS-SUNNAH ATAU
HADIS
Sunnah menurut
istilah syar’i adalah sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw. baik berupa
perkataan, perbuatan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai
penjelas ayat-ayat al-Qur’an yang kurang jelas atau sebagai penentu beberapa
hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.
As-Sunnah dibagi
menjadi empat macam, yakni:
- Sunnah Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
- Sunnah Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
- Sunnah Taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Nabi terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
- Sunnah Hammiyah, yakni sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
Ada beberapa ahli
hadis yang mengatakan bahwa istilah hadis dipergunakan khusus untuk sunnah
qauliyah (perkataan Nabi), sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan) dan sunnah
taqririyah tidak disebut hadis, tetapi sunnah saja.
Baca Juga : Kajian Orientasi Qur'an Hadist
SUMBER PELENGKAP AR-RA’YU
Secara garis besar ayat-ayat al-Qur’an
dibedakan atas ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Ayat muhkamat adalah
ayat-ayat yang sudah jelas dan terang maksudnya dan hukum yang dikandungnya
tidak memerlukan penafsiran. Pada umumnya bersifat perintah, seperti penegakkan
shalat, puasa, zakat dan haji.
Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah
ayat-ayat yang memerlukan penafsiran lebih lanjut walaupun dalam bunyinya sudah
jelas mempunyai arti, seperti ayat mengenai gejala alam yang terjadi setiap
hari. Adanya ayat mutasyabihat mengisyaratkan manusia untuk mempergunakan
akalnya dengan benar serta berpikir mengenai ketetapan hukum peristiwa tertentu
yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur’an maupun Sunnah
Rasulullah.
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang
berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin.
Sedangkan Ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berpikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syarak, yaitu Al Quran dan Hadist.
Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid. Hasil dari
ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan Hadist.
Walaupun Islam adalah agama yang berdasarkan
wahyu dari Allah SWT, Islam sangat menghargai akal. Hal ini terbukti dengan
banyaknya ayat Al Quran yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikirannya,
seperti pada surat An Nahl ayat 67 “Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkannya”.
Oleh karena itu, apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di Al
Quran maupun Hadist, maka diperintahkan untuk berijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu kepada Al Quran dan Hadist.
Adapun macam-macam bentuk ijtihad yang dikenal dalam syariat Islam,
yaitu:
- Ijma’, menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
- Qiyas yang berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
- Istihsan yang berarti suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
- Mushalat Murshalah, menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapum menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
- Sududz Dzariah, menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
- Istishab yang berarti melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
- Urf. berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya dalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Ijtihad mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam dan
merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan Hadist. Dengan
ijtihad itu umat Islam menyelesaikan persoalan-persoalan yang hukumnya tidak
ada dalam Al Quran maupun Hadist. Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi
sosok yang dapat ditanya secara langsung tentang masalah-masalah Islam. Oleh
karena itu, ijtihad dijadikan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan tetap mengacu pada Al Quran dan Hadist.